Bagaimana dengan fenomena berebut kotak kosong?
Asked by: tifate9342 2 views Uncategorized
Bagaimana dengan fenomena berebut kotak kosong?
Isser mengatakan, meski putusan Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan keleluasaan dan keleluasaan bagi partai politik untuk mengajukan calonnya sendiri, ada beberapa alasan mengapa banyak daerah pemilihan yang tidak mendapatkan hasil.
Mulai dari kekosongan dan minimnya kader yang bisa bertarung di pemilukada, kurang beraninya mengusung calon, atau lawan politik yang sangat sulit dikalahkan.
Namun, menurutnya, alasan utamanya adalah keputusan pengadilan diambil dalam waktu yang sangat mendesak.
Oleh karena itu, masa persiapan partai politik untuk akhirnya mengajukan calon sangat singkat. “Pada akhirnya, perhitungan politik bisa berubah lagi dan kita mungkin akan menyerah pada koalisi yang kuat,” jelas Isser.
“Di sisi lain, proses pembentukan eksekutif tidak akan berumur pendek dalam waktu dekat.”
Kendati demikian, Isser memperkirakan fenomena adu kotak kosong akan terus menurun pada pilkada mendatang atau 2029.
Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi saat ini, seharusnya partai politik diberi waktu lebih untuk mengajukan calon tanpa memikirkan ambang batas.
Namun terlepas dari itu, ia menilai fenomena pertarungan kotak kosong hanya akan merugikan pemilih karena masyarakat tidak punya alternatif calon yang bisa dipilih.
Dan sepanjang sejarah perjuangan tokoh masyarakat melawan kotak kosong, lanjutnya, sebagian besar kotak kosong selalu dikalahkan. “Kandidat selalu menang lebih dari 50% melawan kotak kosong.”
Apakah koalisi kuat KIM+ runtuh di tingkat lokal?
Kamhar Lakhmani, Wakil Anggota Partai Demokrat dari KIM Plus, tak menampik putusan Mahkamah Konstitusi tentang pemilukada telah mengubah peta politik pemerintahan koalisi di tingkat lokal.
Begitu Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2024 disetujui DPR, sejumlah anggota koalisi langsung menghitung ulang seluruh pasangan calon yang diajukan untuk menang.
“Jika ingin menang, kita harus beradaptasi dengan perubahan regulasi,” tambah Kamhar kepada BBC News Indonesia.
“Akibatnya, ada yang berganti mitra, ada yang berganti koalisi, atau ada yang mengambil sikap sendiri.”
Diakuinya, Partai Demokrat sendiri telah menarik dukungan dari banyak calon unggulan di daerah yang sebelumnya didukung KIM Plus, yakni kunjungi Tangsel. Keputusan itu diambil setelah calon yang “didukung” Gerindra dan Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabumin Raka memutuskan mundur sebelum mendaftar.
Oleh karena itu, keputusan untuk menarik dukungan merupakan hasil yang wajar.
“Anda harus menerimanya atau menyerah,” katanya.
Namun meski peta kandidat berubah, koalisi tebal Kim Plus tetap kuat, lanjutnya.
Sebab, meskipun beberapa anggota koalisi menarik dukungannya terhadap calon yang didukung KIM Plus, calon yang didukung tersebut tetap menjadi bagian dari pemerintahan koalisi. “Bagi kami, siapa pun yang mencalonkan diri dari partai milik KIM Plus, pengurus KIM Plus yang akan menjadi pemenangnya, meski berbeda.”
“Faktanya, ini meningkatkan peluang Anda untuk mendapatkan KIM Plus.”